Wajah Perilaku Publik Indonesia Selama Pandemi

Covid-19 telah merubah secara drastis pola kehidupan manusia, perubahan ini terjadi karena manusia “dipaksa” untuk mengurangi mobilitas dan interaksi sosial untuk memperlambat penyebaran virus covid-19.

Tiba-tiba saja kita harus “mengurung” diri dirumah, aktivitas-aktivitas berbasis kerumunan menjadi terbatas. Kita semakin jarang atau bahkan tidak pernah nongkrong di Cafe, nonton bioskop, atau juga menghadiri event pertunjukan musik atau theater. 

Mengacu kepada indeks mobilitas penduduk Indonesia yang diolah oleh Alvara Research Center dari data google mobility kita bisa melihat tingkat mobilitas masyarakat turun sepanjang bulan April – Mei 2020. Dua bulan tersebut adalah masa puncak implementasi kebijakan pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah.

Pembatasan sosial mulai dilonggarkan pemerintah pada bulan Juni 2020, hal ini tercermin dari indeks mobilitas yang kembali naik pada bulan Juni – Juli 2020. Namun demikian aktivitas dan kehidupan kita belum bisa normal kembali karena potensi penularan covid-19 di Indonesia masih tinggi, penambahan kasus Covid19 di Indonesia paska pelonggaran PSBB justru semakin meningkat. Itulah kenapa indeks mobilitas di Indonesia meski kembali naik pada bulan Juli tapi tidak pernah bisa kembali “normal” seperti dibulan Januari dan Februari 2020.

Dampak pembatasan sosial berimbas pada turunnya berbagai aktivitas ekonomi, baik untuk aktivitas ekonomi perusahaan skala besar maupun diskala UMKM.

Dampak Covid-19 secara ekonomi memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup dalammhingga minus 5,32% di Kuwartal II 2020. Di Kuwartal II 2020 tidak banyak sektor yang masih mencatat pertumbuhan positif, salah satunya adalah sektor Informasi dan Komunikasi yang masih tumbuh 10,88%. Mayoritas sektor-sektor mangalami kontraksi yang sangat dalam, sektor yang paling dalam kontraksinya adalah sektor Transportasi dan Pergudangan yang turun hingga minus 30.84%.

Dari sisi perilaku publik, adanya Covid19 memaksa masyarakat untuk beradaptasi dengan keadaan, kebiasaan-kebiasaan baru harus dilakukan agar terhindar dari virus covid19. Kami mencatat ada tiga dampak yang yang berkaitan langsung dengan perilaku publik akibat covid-19, yaitu Digital Impact, Social Impact, dan Consumption Impact.

Digital Impact
Penetrasi pengguna internet di Indonesia sangatlah besar, data yang dirilis oleh Hootsuite pada Januari 2020 tercatat pengguna internet di Indonesia mencapai 175,4 Juta jiwa atau setara dengan 64% dari total penduduk Indonesia, dan dari 175,4 juta tersebut 93,5% diantaranya aktif di social media. Dari sumber yang sama tercatat rata-rata penggunaan internet masyarakat Indonesia pada bulan Januari 2020 sebesar 4 jam 45 menit dalam satu hari menggunakan perangkat mobile. Hal ini selaras dengan hasil survei yang dilakukan oleh Alvara Research Center pada tahun 2019, mayoritas masyarakat Indonesia mengakses internet 4-6 jam dalam satu hari.

Pandemi mempercepat digitalisasi kehidupan kita, ketika akses komunikasi fisik semakin terbatas maka alternatifnya adalah beralih kepada komunikasi secara online. Data yang dicatat oleh Alvara Research Center dari survei bulan Juni 2020 menunjukkan adanya kenaikan yang sangat signifikan terkait konsumsi internet masyarakat Indonesia. Dalam satu hari mereka tidak lagi masuk dalam kategori heavy user (akses internet 4-6 jam) tapi mayoritas masuk dalam kategori addicted users, mereka adalah yang akses internet lebih dari 7 jam dalam sehari.

Selain itu, yang menarik adalah, kenaikan ini tidak hanya terjadi pada kelompok penduduk dengan usia muda, Gen Z dan Milenial, tapi juga terjadi generasi yang lebih tua, yakni Gen X dan Baby Boomers. Pandemi Covid-19 memaksa semua generasi untuk beralih komunikasinya melalui internet.

Social Impact
Kehidupan sosial masyarakat dunia termasuk Indonesia berubah drastis dikala pandemi, mobilitas penduduk antar negara berkurang sangat signifikan, banyak destinasi wisata menutup pintu bagi wisatawan yang akan berkunjung. Silaturahmi dengan keluarga dan kerabat pun menjadi sangat terbatas, silaturahmi saat hari raya idul fitri dan idul adha beberapa waktu yang lalu dilakukan secara terbatas, dan hanya bisa dilakukan melalu media online.

Kebutuhan akan wisata dimasa pandemi ini sebenarnya tidaklah luntur, kejenuhan selama pembatasan sosial adalah penyebabnya. Survei yang dilakukan Alvara Research Center menyebutkan, aktivitas yang paling diinginkan publik saat new normal adalah berwisata. Namun karena masih ada kekawatiran tertular covid-19 maka mereka lebih selektif dalam menentukan aktivitas dan destinasi wisata yang akan mereka kunjungi.

Akhirnya pilihan mereka pada wisata alam dan lebih destinasi lokal, yang dipercaya lebih aman. Hiking, camping di pegunungan menjadi pilihan keluarga. Maraknya trend bersepeda beberapa bulan terakhir adalah juga bagian dari trend aktivitas wisata dikala pandemi.

Dunia kerja juga berubah, meski sekarang beberapa kantor sudah mulai dibuka, namun mayoritas kantor-kantor masih menerapkan kebijakan karyawannya untuk bekerja dirumah. Demikian juga dengan kebijakan sekolah yang masih dilakukan secara daring, meski ada banyak keluhan dari orang tua dan guru dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, tapi publik suka tidak suka harus mulai beradaptasi dengan pola pembelajaran ini.

Disisi lain Pandemi Covid-19 di Indonesia menyebabkan tingkat donasi masyarakat Indonesia meningkat tajam, karakter gotong royong masyarakat Indonesia menjadi salah satu kekuatan utama kita dalam mengurangi dampak ekonomi yang ditimbulkan Covid19. Publik berbondong-bondong menyalurkan bantuannya, baik dalam bentuk tunai maupun barang kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Fenomena solidaritas masyarakat Indonesia ini terekam dalam hasil survei yang dilakukan oleh Alvara Research Center bulan Juni 2020, proporsi pengeluaran untuk donasi meningkat dibanding sebelum pandemi, hal ini juga terkonfirmasi dari laporan beberapa lembaga amil zakat dan donasi yang menyebutkan selama pandemi ada peningkatan cukup tajam donasi yang berhasil mereka kumpulkan dari masyarakat.

Consumption Impact
Pola konsumsi masyarakat juga berubah cukup signifikan, penurunan daya beli berpengaruh cukup besar terhadap perubahan konsumsi masyarakat. Situasi ekonomi yang serba tidak pasti menyebabkan publik lebih memperioritaskan membeli kebutuhan pokok dan produk-produk terkait kesehatan.

Pola belanja melalui online juga meningkat, mereka tidak hanya membeli produk fashion atau produk elektronik, tapi produk makanan dan minuman pun mereka beli secara online. Semua aplikasi belanja online melaporkan adanya peningkatan transaksi selama pandemi. MarkPlus, Inc seperti dilansir dari laman liputan6.com melaporkan aktivitas belanja online mengalami peningkatan dari 4,7 persen menjadi 28,9 persen setelah adanya covid-19, survei dilakukan di Jabodetabek.

Peningkatan belanja online ini berkorelasi positif dengan meningkatnya pola pembayaran secara non tunai, publik semakin terbiasa dengan belanja menggunakan digital payment untuk kebutuhan sehari-hari mereka.

Inilah wajah masyarakat Indonesia selama pandemi, ada banyak yang berubah, ada yang positif, ada juga yang negatif, semuanya dalam rangka untuk menyesuaikan dengan keadaan. Kekuatan utama manusia bisa bertahan sejak zaman purba hingga kini adalah kemampuannya untuk beradaptasi dalam segala situasi. Pertanyaannya adalah apakah perubahan perilaku ini sementara atau akan langgeng ketika pandemi berakhir?. Tidak mudah untuk menjawabnya, yang jelas kita saat ini sedang belajar dan mencari titik-titik keseimbangan baru yang akan menentukan wajah peradaban manusia ditengah ada atau tidak adanya pandemi, karena tidak menutup kemungkinan dimasa depan pandemi-pandemi dalam bentuk lain akan terjadi lagi.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s