Hasil sensus penduduk BPS tahun 2020 menunjukkan ada tiga generasi yang secara jumlah sangat dominan di Indonesia, yaitu Gen X, Milenial, Gen Z. Dua per tiga penduduk Indonesia berasal dari ketiga generasi ini, yakni Gen X, 21,88% atau setara dengan 58,65 juta, Milenial, 25,87% atau setara dengan 69,90 juta, dan Gen Z, 27,94% atau setara dengan 74,93 juta
Maka tidak heran jika ketiga generasi sangat mewarnai berbagai perkembangan Indonesia hari ini dan tentu akan sangat menentukan wajah Indonesia masa depan. Ketiga generasi ini menjadi “bahan bakar” utama Indonesia menyambut visi emas Indonesia 2045
NU sebagai organisasi massa keagamaan dengan jumlah pengikut terbesar di Indonesia, survei Alvara Research tahun 2019 menunjukkan 39% umat islam indonesia mengaky menjadi anggota NU, tentu secara demografi tidak akan terlalu beda dengan struktur generasinya dengan populasi Indonesia.
Sebelum kita bicara lebih jauh soal NU dan kaitannya dengan ketiga generasi tersebut, mari kita lihat dulu beberapa isu menarik yang sering menjadi perbincangan ketiga generasi tersebut.
Hubungan Agama dan Negara
Sebagai negara dengan penduduk yang beragam baik dari sisi etnis dan agama, hubungan agama dan negara sebenarnya sudah tuntas ketika para pendiri Republik Indonesia memutuskan Pancasiila sebagai dasar dan falsafah negara. Pancasila menjadi titik temu semua keragaman di Indonesia.
Namun dalam sejarahnya hingga kini masih saja ada kelompok masyarakat yang mencoba mempertanyakan hubungan agama dan negara, bahkan ada sekelompok orang yang mencoba memaksakan, baik dengan cara halus maupun kasar, mengganti dasar negara dengan agama tertentu.
Nilai-Nilai Sosial
Beberapa pihak berpandangan mulai ada pergeseran nilai-nilai sosial ketimuran dikalangan masyarakat kita terutama para anak muda, mereka lebih terbuka pemikirannya maka mereka dengan mudah mengadopsi nilai-nilai sosial barat yang lebih modern
Pendidikan, Pekerjaan, dan Kewirausahaan
Isu paling penting yang dihadapi anak muda dari dulu sampai sekarang adalah isu pendidikan dan pekerjaan, karena dua hal inilah yang paling berpengaruh dan menentukan masa depan mereka. Tingkat kesuksekan mereka dimasa dewasa dan masa tua ditentukan oleh pendidikan dan pekerjaan yang mereka terima di masa muda.
Selain itu wirausaha saat ini juga sudah menjadi alternatif kalangan muda dalam berkarya, start-up bisnis bermunculan di berbagai kota. Begitu lulus mereka tidak lagi berburu lowongan pekerjaan, tapi berupaya mencari peluang bisnis dan menjadikan peluang bisnis itu sebagai pintu masuk ke dunia wirausaha.
Gaya Hidup, Teknologi, dan Internet
Perkembangan dunia digital tidak hanya mengubah perilaku tapi juga nilai-nilai yang dianut masyarakat. Internet menjadi faktor determinan yang menentukan gaya hidup anak muda hari ini.
***
Nah melihat konstruksi isu dan problematika kehidupan yang akan dihadapi Indonesia kedepan dimana NU termasuk didalamnya, maka PBNU membutuhkan cetak biru strategi pengelolaan isu dan sekaligus gerakan yang mampu menarik gerbong nahdliyin yang hari ini mayoritas anak muda. NU membutuhkan sosok pemimpin inspiratif yang mampu memberikan arah kemana NU harus melangkah ke masa depan dalam menyiapkan abad kedua NU.
Maka tidak salah jika NU mendatang harus dipimpin seseorang yang berasal dari Gen X. Kenapa?, ada 3 alasan penting, Pertama, Gen X adalah generasi antara, generasi penghubung antara generasi tua dan muda; generasi yang menjadi jembatan dunia analog dan dunia digital.
Kedua, Milenial dan Gen Z membutuhkan role model yang secara usia tidak terlampau jauh dari usia mereka. Mereka akan lebih senang bertanya dan berdikusi dengan sosok yang tidak terlalu berbeda dengan mereka.
Ketiga, Gen X adalah generasi yang saat ini paling bisa menjalankan kaidah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah. Generasi yang mampu menjaga tradisi masa lalu dan sekaligus tidak gagap dengan perubahan-perubahan dan trend yang akan terjadi hari ini dan masa depan.
Saya percaya pemimpin NU yang berasal dari Gen X akan lebih dengan mudah melakukan transformasi ditubuh NU. Tahun 2020 saya pernah menulis ada tiga transformasi yang perlu dilakukan NU untuk menjawab tantangan zaman, yakni Transformasi Budaya, Transformasi Organisasi, dan Transformasi Program.
Transformasi Budaya
Hampir semua ritual keagamaan yang dipraktekkan oleh nahdliyin berbasis pada budaya komunal yang hidup dilingkungan pedesaan. Budaya komunal ini sejalan dengan ritme industri pertanian. Budaya tahlilan, kenduren, sedekah bumi, ruwatan, dll yang dijallankan oleh sebagian besar warga nahdliyin adalah budaya yang pedesaan.
Sebagaimana kita ketahui bersama kita sekarang ini sudah memasuki industri informasi dan digital yang sering orang sebut sebagai industri 4.0. Disisi lain komposisi masyarakat Indonesia sudah semakin bergerak kedunia urban/kota, kelas menengah, dan anak muda. Dan bila kita jujur maka bisa kita lihat budaya komunal tadi tidak selaras dengan budaya urban, kelas menengah, dan anak muda.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh NU dalam menghadapi arus perubahan budaya ini? Teladan itu datang dari Wali Songo. Cara berdakwah ala walisongo adalah dakwah yang kontekstual mengikuti perkembangan zaman, karena itu sebagai kelompok yang mengaku sebagai pewaris ajaran walisongo maka NU sudah seharusnya mengikuti bagaimana cara walisongo “bergumul” dengan budaya kala itu.
Hanya saja yang perlu dilakukan NU bukanlah mengikuti produk akhir walisongo, tapi yang lebih penting untuk diikuti adalah cara atau manhajnya. Bila walisongo dulu menggunakan medium budaya saat itu untuk berdakwah, maka NU seharusnya menggunakan budaya saat ini untuk berdakwah.
Transformasi Organisasi
NU adalah jam’iyah diniyah ijtimaiyah, organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, dengan demikian NU tidak hanya organisasi keagamaan semata, tapi juga organisasi kemasyarakatan, artinya segala aspek yang menjadi harkat dan kebutuhan masyarakat harus menjadi tanggung jawab NU.
Organisasi yang baik adalah organisasi yang berorientasi kepada output dan sasaran “pasarnya”. Pasar NU adalah warga NU dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Ketika mereka berubah maka organisasi NU juga harus berubah.
Organisasi NU kedepan haruslah organisasi yang lebih berorientasi kedepan dan lincah dalam bergerak. Karena itu organisasi NU harus lebih ramping dan tidak terbebani kepentingan politik praktis.
Transformasi Program
Berbagai program yang dilakukan oleh NU kedepan harus berorientasi kepada pelayanan kepada jamaah NU, kehadiran NU harus dirasakan manfaatnya ditengah masyarakat. Selain itu NU tidak boleh hanya terlihat hadir tapi juga harus menjalin hubungan yang intim dengan warganya.
Saya membayangkan disetiap kota atau pusat-pusat keramaian ada semacam NU center yang tidak sekedar menjadi etalase dan pusat informasi ke-NU-an tapi juga menjadi garda depan pelayanan keagamaan dan kemasyarakatan bagi semua lapisan masyarakat.
Terakhir, bila kita mampu mewujudkan apa yang saya jelaskan diatas kita optimis NU akan tetap relevan dengan perkembangan zaman dan akan tetap menjadi cahaya terang bagi Indonesia dan dunia. Semoga.
Terimakasih gus sudah memberikan pencerahan. Tugas berat dan tantangan sudah menanti, khususnya bagi kelompok muda nahdliyyin untuk menyongsong 100 abad NU dan masa emas Indonesia 2045 nantinya.
Salam.
kangizza.com – Trenggalek
Terima kasih…