Beberapa bulan yg lalu saya dan beberap kolega dari MarkPlus Insight mengikuti acara konferensi research terbesar di Asia Pacific yang di selenggarakan oleh ESOMAR, Asosiasi riset pemasaran terbesar di dunia. Acara nya sendiri berlangsung di negeri tetangga Singapura selama dua hari. Utusan dari Indonesia sendiri hanya tiga perusahan, dua dari perusahaan riset termasuk MarkPlus Insight, dan satu dari perusahaan consumer goods, serta ada satu utusan mahasiswa dari Universitas Indonesia
Materi konferensinya dari awal sih tidak jauh berbeda dengan konferensi tahun-tahun sebelumnya yang juga pernah saya ikuti, hanya saja pada hari kedua ada satu sesi yang menurut saya sangat menarik dan cukup revolusioner di dunia riset pemasaran saat ini. Sesi itu berjudul, The Rise of On-line and Web 2.0 Research.
Ada dua kata kunci dari judul sesi tersebut yang keduanya bisa saling berhubungan, yaitu On-line research dan Web 2.0 research. Pertama, mengenai on-line research, barangkali terminology ini tidak terlalu asing di telinga kita karena memang sejak 10 tahun lalu on-line research sudah banyak di perkenalkan dan di praktekkan di luar negeri, bahkan disana sekarang on-line research sudah sangat lumrah dan menjadi metode riset yang sudah lebih banyak di gunakan dari pada face-to-face interview, hanya saja pendekatan riset ini di Indonesia sampai sekarang masih belum terlalu popular.
Kedua, Web 2.0 research. Nah sebelum berbicara lebih jauh mengenai web 2.0 research alangkah baiknya kalau terlebih dulu kita bahas apa itu terminologi web 2.0. Menurut Wikipedia,
Web 2.0 is a term describing the trend in the use of World Wide Web technology and web design that aims to enhance creativity, information sharing, and, most notably, collaboration among users.
Berdasarkan defnisi diatas, maka bisa dikatakan bahwa web 2.0 memungkinkan pengguna internet tidak hanya sekedar berselancar browaing didunia maya, tapi lebih dari itu mereka bisa berinteraksi, bersoasialisasi dengan pengguna internet lain yang memiliki interest yang sama. Facebook, Myspace, Friendster, adalah sedikit dari sekian banyak alamat situs yang termasuk dalam golongan web.2.0
Jadi online dan web.2.0 research meski menggunakan media yang sama yaitu media internet, tapi diantara keduanya memiliki perbedaan mendasar yaitu on-line research hanya memindahkan cara riset dari yang sebelumnya off-line menjadi on-line, sementara itu web 2.0 research memiliki sudut pandang dan filosofi yang sama sekali berbeda, Web 2.0 research memandang bahwa pelanggan (responden) adalah makhluk hidup yang dinamis yang saling berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian pendekatan risetnya sama sekali beda dengan cara konvensional, peneliti tidak lagi bertindak sebagai interrogator, tapi harus berubah menjadi fasilitator yang bertugas menangkap aspirasi, bukan sekedar jawaban, dari para pelanggan.
Dua metode diatas saat ini sudah cukup populer di luar negeri, bagaimana dengan di Indonesia? Memang banyak pandangan yang skeptis , sering orang bertanya pada saya mengenai apakah masyarakat dan industri di Indonesia sudah siap dengan dua pendekatan riset tadi? Bagaimana dengan penetrasi internet di Indonesia yang masih sangat rendah?.
Memang kalau kita berkaca pada data penetrasi internet dua tahun yang lalu tidak lebih dari 10 % yang terkonsentarsi di kota-kota besar di Jawa, dan juga berdasarkan pengalaman saya, hanya satu dua klien yang berkeinginan untuk melakukan riset melalui media internet.
Namun demikian perkembangan satu tahun terakhir ini menunjukkan sesuatu yang berbeda, saat ini terjadi ledakan penggunaan internet yang luar biasa, hal ini di dorong oleh semakin menjamurnya media akses internet, hal ini selain di dorong oleh pemereintah melalui Menkominfo, juga karena semakin agresifnya internet provider dalam melakukan penetrasi pasar. Bahkan beberapa waktu yang lalu ada sebuah media yang memberitakan bahwa di Yogyakarta banyak di temui masyarakat yang nge-net di angkiran sambil minum kopi dipinggir jalan.
Melihat fenomena ini saya percaya bahwa dengan semakin berkembangnya penetrasi internet di Indonesia, dua pendekatan riset diatas akan semakin menemukan relevansinya, sekarang tergantung bagaimana kita mengoptimalkannya. Memang tidak semua produk cocok menggunakan dua pendekatan di atas. Produk-produk yang lebih bersifat lifestyle dan menyasar anak muda lah yang paling pas menggunakan on-line dan web 2.0 research.