(Ini Tulisan Juni 2008, saat krisis amerika dan eropa 2008)
Kenaikan harga minyak dunia yang menembus lebih dari $ 135 menyebabkan semua negara mengetatkan anggaran belanjanya, daya beli masayarakat tergerus, dan banyak perusahaan yang meninjau ulang investasinya.
Pada awal tahun 2008, hampir semua ekonom percaya bahwa skandal supreme mortgage di amerika adalah satu-satunya yang di kawatirkan menyebabkan resesi di dunia, karena mereka beranggapan bahwa harga minyak selepas 2007 akan turun mengikuti siklus tahun dimana biasanya harga minyak akan turun sejalan dengan berakhirnya musim dingin di belahan eropa dan amerika.
Namun orang lupa, bahwa konsumsi minyak mulai bergeser dari dataran eropa dan amerika ke asia terutama cina dan india untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi China mencapi 10.8% pada tahun 2007 dengan inflasi yang cukup terkendali sebesar 3.2 %. Studi yang dilakukan oleh Akademi Ilmu-ilmu Sosial China konsumsi minyak di china akan meningkat 62,5% pada tahun 2020.
Akibat kenaikan harga minyak memmabawa efek domino yang luar biasa terutama efek kenaikan harga, dan sekarang semua negara mulai khawatir akan inflasi yang bisa naik tinggi.
Indonesia sudah mengalaminya, angka inflasi bulan mei tercatat 1.41 % jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0.57 %. Bahkan para pengamat ekonomi mengatakan inflasi bulan Juni akan jauh lebih tinggi karena dampak kenaikan BBM di akhir bulan Mei baru akan terasa di bulan Juni. BI sendiri dalam rilisnya kemungkinan Inflasi di akhir tahun berada pada kisaran 11 – 12.5 %.
Inflasi tinggi ibarat hantu ekonomi negara, Indonesia pernah mengalami pada tahun 1964 – 1965 dimana inflasi Indonesia hampir mencapai 600 % menyebabkan antrian pembelian bahan-bahan kebutuhan pokok.
Tahun ini untungnya otoritas moneter cukup sigap untuk menahan laju inflasi dengan menaikkan tingkat suku bunga menjadi 8,5 %, dengan harapan masayarakat lebih suka menyimpan uangnya di bank dari pada buat belanja. Namun kebijakan ini tidak bersifat jangka panjang karena interest rate yang tinggi juga bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi terkoreksi.
Melihat kebijkan ekonomi di Indonesia yang menganut inflation targeting, kayaknya otoritas moneter kita akan berbuat apa saja untuk mengendalikan inflasi. Inilah yang berbahaya kalau pemerintah tidak hati-hati dalam memainkan instrument kebijakan ekonomi bisa-bisa resesi kembali menghantui Indonesia