Assalamualaikum Pak DI,
Ni hao ma Pak? Semoga Pak DI selalu di beri kesehatan kapanpun dan dimanapun. Ijinkanlah saya rakyat biasa ini berkirim pesan kepada Bapak untuk menyuarakan isi hati saya atas segala apa yang telah Bapak lakukan dan kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Sebagai orang yang dilahirkan di kampung di pinggir Surabaya, Gresik, saya tentu mengenal sepak terjang Pak DI sudah puluhan tahun lalu ketika masih awal-awam membangun Jawa Pos, dulu saya termasuk sangat loyalis Jawa Pos, hampir tiap pagi saya harus “ngontel” ke kota kecamatan hanya untuk sekedar beli Jawa Pos yang dulu sangat terkenal dengan liputan bola nya.
Saya masih ingat betul dulu Bapak pernah menulis artikel yang bercerita tentang bagaimana tidak manusianya layanan kereta api di Indonesia. Bapak saat itu merekam pengalaman pribadi ketika menaiki kereta api ekonomi jurusan semarang-surabaya. Kondisi ketika malam di mana orang-orang yang tertidur di kereta api itu sudah tidak bisa membedakan antara kaki dan kepala. Tulisan itu sangat membekas di hati saya karena itulah kondisi nyata yang di hadapi saya waktu itu dan rakyat kecil lainnya.
Sekarang Bapak sudah menjadi pejabat publik yang tentu saja suasana kebatinan nya jauh berbeda dengan ketika Bapak masih memimpin Jawa Pos dulu. Kiprah dan gebrakan Bapak di fase awal sampai sekarang kemimpinan Bapak di Meneg BUMN sangat positif, pujian datang dari mana-mana, berbagai media, yang bapak tentu sangat mengenal perilakunya, memberitakan berbagai langkah Bapak dari soal yang remeh temeh sampai yang isu substansial.
Unconventional approach yang bapak lakukan membuka mata masyarakat bahwa tidak semua pejabat publik sama, masih ada pejabat publik yang dengan langkah taktis bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang di hadapi masayarakat luas secara cepat dan lugas.
Namun demikian, melihat sepak terjang Bapak akhir-akhir ini ada pertanyaan yang sempat mengusik hati saya, kemana ujung dari perjalanan seorang Dahlan Iskan? Di hati kecil saya mulai bertanya-tanya apa motif di balik semua tindakan Bapak? Pemberitaan yang berlebihan tentang Bapak bahkan mengalahkan pemberitaan seorang kandidat gubernur Jakarta .
Godaan kekuasaan memang bisa menimpa siapa saja, meskipun Bapak dalam berbagai kesempatan mengatakan saya tidak pantes dan tidak ingin jadi presiden, tapi mohon maaf Pak dari gejala dan langkah Bapak saya melihat ada tendensi ke arah sana. Saya jadi teringat salah satu kandidat Gubernur Jakarta yang dulu berkali-kali mengatakan tidak pantas menjadi Gubernur Jakarta, tapi ketika pinangan itu datang dari partai sangat kandidat itu bertekuk lutut melanggar ucapannya sendiri.
Partai-partai sudah mulai berebut nama Bapak, berbagai survei juga sudah mulai memasukkan nama Bapak sebagai salah satu kandidat presiden atau wakil presiden, dan sebagai “pemula” nampaknya nama Bapak lumayan di terima publik dan memiliki citra yang baik.
Mungkin saya berpikir dan berprasangka terlalu jauh kepada Bapak, tapi banyak pengalaman politik di negeri ini menunjukkan adigium “isuk dele sore tempe” itu lumrah terjadi. Justru yang saya kawatirkan dunia politik yang keras dan kejam akan merenggut Bapak, dan tanda-tanda itu sudah terjadi, DPR sudah mulai cawe-cawe mempertanyakan kebijakan Bapak di Meneg BUMN.
Ah sudahlah, saya hanya seonggok buih dibelantara samudera yang maha luas ini, maafkan kelancangan saya Pak menulis surat terbuka ini, saya hanya berharap Bapak masih inget dengan pepatah jawa “sepi ing pandum, rame ing gawe” .
Wassalam.