NU adalah Koentji

Posisi Nahdlatul Ulama dalam pemilu presiden 2019 begitu banyak diperbincangkan oleh publik, kenapa demikian?. Setidaknya ada tiga alasan, pertama, karena jumlah pemilih yang berlatar belakang NU di Indonesia sangat besar. Dari survei Alvara Research Center menunjukkan sekitar 70% pemilih muslim menyatakan dekat dan berafiliasi dengan NU, sedangkan yang mengaku menjadi anggota NU sebesar 39,7%. Kedua, terkait isu populisme agama dan politik identitas yang sangat kencang berhembus di pemilu 2019, dan yang ketiga tentu saja posisi KH Ma’ruf Amin sebagai mantan Rois Am NU yang ikut berlaga sebagai kandidat Cawapres pasangan Joko Widodo.

Bila kita tengok kebelakang saat pemilu 2014, posisi NU saat itu juga diperebutkan secara masif oleh kedua pasang kandidat saat itu, JKW-JK dan PS – HR, perebutan suara NU saat itu sangat sengit dan membelah elit-elit PBNU dan Kyai – Kyai berpengaruh ke kedua pasang kandidat. Kita tahu saat itu Ketua Umum PBNU, Kyai Said Aqil Siradj lebih mendukung pasangan PS – HR, sementara Ketua Umum Muslimat, Khofifah Indar Parawansa lebih mendukung JKW-JK.

Terbelahnya suara NU secara signifikan itu tercermin dari berbagai survei yang dilakukan saat itu. Hasil survei yang dilakukan LSI dan Poltracking pada bulan Juni 2014 menunjukkan bahwa perbedaan suara pemilih NU yang mendukung JKW-JK dan PS-HR tidak terlalu besar. Perbedaan suara kedua pasang kandidat di pemilih NU hanya 6-7%.

Bagaimana dengan Pilpres 2019? Nampaknya lanskap politik berubah 180% dibanding 2014, hampir semua elit PBNU beserta banom-banomnya mendukung pasangan JKW-KMA, begitu juga halnya dengan kyai-kyai berpengaruh, sebagian besar mereka memberikan dukungan kepada JKW-KMA. Meski ada juga yang tidak secara terbuka memberikan dukungan kepada JKW-KMA tapi mereka setidaknya lebih nyaman untuk tidak menunjukkan arah dukungan kepada salah satu kandidat.

Dari berbagai survei yang dilakukan Alvara Research Center selama tahun 2018 menunjukkan ada pergerakan kenaikan suara pemilih NU mendukung JKW-KMA, pada survei bulan Desember 2018, 60% pemilih NU menyatakan memilih JKW-KMA, sementara yang memilih pasangan PS-SU hampir 30% dan yang belum memutuskan 10%.

Bila kita bandingkan dengan potret pemilih Muhammadiah, kita bisa melihat bahwa arah dukungan pemilih Muhammadiyah tahun 2019 ini tidak terlalu berbeda dengan saat pilpres 2014 dimana mereka lebih banyak yang mengarahkan dukungannya kepada pasangan PS-SU.

Dari hasil survei ini kita juga bisa menganalisis bagaimana ketergantungan pasangan JKW-KMA terhadap pergerakan dukungan pemilih NU. Kenapa demikian? Karena elektabilitas JKW-KMA dipemilih NU lebih tinggi dibanding elektabilitas JKW-KMA secara nasional yang berkisar diangka 54%, dinamika pergerakan suara pemilih NU akan berdampak secara signifikan kepada perolehan suara JKW-KMA ditingkat nasional.

Dengan demikian posisi NU dalam pemilu 2019 bukan lagi hanya sekedar obyek perebutan suara, tapi sudah menjadi subyek, menjadi salah satu aktor utama yang menentukan siapa yang akan terpilih dan tidak terpilih dalam pemilu presiden 2019.

One thought on “NU adalah Koentji

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s