Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) masih akan berlangsung bulan November 2024 nanti, tapi denyutnya udah mulai terjadi dibeberapa daerah. Meski KPU belum secara resmi mengumumkan hasil pemilu, baik pilpres maupun pileg, namun pemenang pemilu sudah hampir bisa dipastikan tidak berbeda dengan hasil quick count dan exit poll yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei.

Bagaimanapun hasil pemilu Februari lalu akan sangat berpengaruh terhadap konstelasi pilkada nanti, partai-partai akan kembali berhitung segala kemungkinan yang akan terjadi, baik dari sisi koalisi partai maupun kandidat yang akan diusung.

Bila menilik apa yang sesungguhnya terjadi pada pilpres kemaren, para aktor politik bisa melihat ada perubahan yang sangat signifikan dari struktur dan perilaku pemilih Indonesia. Cara-cara kampanye politik lama tidak lagi relevan untuk menggaet pemilih.

Apa saja pelajaran yang bisa diambil dari pilpres yang bisa diaplikasikan dalam pilkada, saya mencatat tigal hal.

Pertama, segmentasi/pemetaan pemilih tidak bisa lagi dilakukan secara glondongan/makro. Pemetaan pemilih tidak cukup hanya berdasarkan parameter-parameter demografi dan geografi saja. Pemetaan yang dilakukan harus berlapis-lapis dan mampu menjangkau hasrat dan kegelisahan terdalam pemilih.

Para aktor politik biasanya sudah puas ketika disodori data komposisi pemilih berdasar usia, status sosial ekonomi, atau tempat tinggalnya dimana, padahal data-data tersebut hanya bersifat permukaan saja. Yang harus anda lakukan adalah selami data tersebut sampai anda misal, tahu hobi mereka apa, dengan siapa mereka nongkrong, apa yang mereka omongkan sehari baik dikeluarga maupun saat bersama teman-temannya.

Pemetaaan yang dilakukan juga tidak terbatas hanya soal perilaku politik saja, anda harus tahu perilaku mereka diluar arena yang terkait politik. Pada intinya pemetaan yang anda lakukan harus bisa memotret 360 derajat kehidupan pemilih.

Dari hasil pemetaan inilah baru kemudian disusun langkah-langkah strategis untuk pemenangan kandidat.

Kedua, jangan sekali-kali meremehkan penggunaan media digital. Berkali-kali saya mengatakan ketika kita bicara anak muda maka disaat yang sama kita bicara soal digitalisasi. Anak muda dan digital seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Data menunjukkan dominasi pemilih muda kita tinggi dan ini merata di semua wilayah Indonesia.

Untuk menjangkau pemilih muda yang sangat besar ini ternyata penggunaan media digital terbukti sangat efektif. Ini bisa dipahami karena anak-anak muda menghabiskan sebagian besar waktunya di media digital utamanya media sosial. Survei Alvara tahun 2022 menyebutkan Gen Z mayoritas mengakses internet lebih dari 7 jam sehari.

Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk mempelajari atau setidaknya memahami cara kerja media sosial. Kenali berbagai platform media sosial yang ada, karena setiap platform memiliki kekhasan dan peruntukan yang berbeda-beda. Misalnya, TikTok berbeda peruntukannya dengan Instagram, Twitter/X berbeda peruntukannya dengan YouTube, dan seterusnya.

Pemanfaatan media digital mengharuskan Anda untuk berpikir dan bekerja lebih kreatif, di sisi lain Anda juga dituntut untuk bekerja lebih cepat. Kreativitas dan kecepatan merupakan napas utama media digital.

Ketiga, isi penting tapi jangan lupakan kemasan. Dalam ilmu komunikasi ada kredo yang sangat populer, Content is the king, but context is the winning formula, yang bisa diartikan dalam konteks politik, substansi gagasan yang anda tawarkan penting, tapi untuk untuk menang cara mengemas gagasan anda lebih penting.

Disinilah penting bagi anda untuk memahami bahasa pemilih yang anda targetkan. Sebagai contoh bila mayoritas pemilih adalah anak muda, maka pahamilah gaya bahasa anak muda, apa istilah-istilah gaul yang biasa mereka gunakan baik bahasa verbal maupun non verbal. Bila mereka suka hal-hal hang receh maka kemasan anda juga harus receh, kenapa tidak?!.

Terakhir, tentu saja setiap daerah memiliki dinamika yang berbeda-beda dan juga sebagaimana perkataan ahli kesehatan tidak ada satu obat untuk ssmua penyakit, tapi yakinlah pilkada 2024 akan sangat berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Dengan memahami tiga hal diatas setidaknya setiap aktor politik yang akan bertarung di Pilkada 2024 akan memiliki panduan lebih jelas dan sekaligus mengurangi ketidakpastian dalam melalui setiap proses tahapan pilkada.

Leave a comment

Selamat datang bagi yang suka dengan data dan analisis seputar dunia pemasaran, sosial politik, dan digital

Let’s connect