Dalam dua tahun terakhir ini, Alvara Research Center dalam salah satu surveinya selalu memotret pandangan masyarakat Indonesia dalam menggunakan Artificial Intelligence (AI) untuk berbagai keperluan. Dan hasilnya sungguh mencengangkan, akselerasi perubahannya jauh lebih cepat dari yang kita bayangkan. Jika pada 2024 AI masih diperlakukan sebagai teknologi baru yang “dicoba-coba”, maka pada 2025 ia mulai masuk ke fase yang lebih mapan, digunakan secara rutin, diterima sebagai bagian dari keseharian, dan secara perlahan membentuk kebiasaan baru.
Alvara membagi pandangan masyarakat Indonesia terhadap AI ke dalam tiga kelompok besar, yaitu AI Skepticism, AI Adopter, dan AI Enthusiast. AI Skepticism, adalah mereka yang merasa AI lebih banyak dampak negatifnya dibanding sisi positifnya. AI Adopter, mereka sedikit terlambat dalam menggunakan AI tapi mereka juga percaya terhadap kebermanfaatan AI. Sementara AI Enthusiast adalah mereka yang memiliki pemahaman yang baik tentang AI dan mereka meyakini AI berdampak baik bagi manusia
Pada 2024, kelompok AI Adopter masih menjadi segmen dominan. Lebih dari separuh publik Indonesia masuk dalam tipologi ini, menandakan bahwa AI sudah mulai digunakan, tetapi belum sepenuhnya diyakini atau dijadikan kebiasaan. Pada fase ini, AI cenderung diperlakukan sebagai alat tambahan. Ia membantu, tetapi belum dianggap esensial. Penggunaan masih bersifat situasional, tergantung kebutuhan, dan sering kali dilakukan dengan rasa ingin tahu yang bercampur kehati-hatian
Di saat yang sama, AI Enthusiast masih menjadi kelompok minoritas. Mereka sudah percaya dan menggunakan AI secara intens, tetapi belum menjadi arus utama. Sementara itu, AI Skepticism masih menempati porsi yang cukup berarti, mencerminkan adanya jarak psikologis dan kebiasaan yang belum sepenuhnya selaras dengan teknologi baru ini.

Namun, peta ini berubah cukup drastis pada 2025. Proporsi AI Enthusiast melonjak tajam, hampir empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Sebaliknya, AI Adopter justru menurun signifikan. Perubahan ini menunjukkan sebuah transisi, banyak individu yang sebelumnya berada di fase “mengadopsi” berpindah ke fase “meyakini dan membiasakan”. AI tidak lagi sekadar dicoba, tetapi mulai diandalkan.
Penurunan AI Adopter dari 2024 ke 2025 justru menjadi indikator kematangan. Masyarakat Indonesia tidak berhenti di fase mencoba, tetapi bergerak menuju pembiasaan. AI Enthusiast yang meningkat tajam menunjukkan bahwa AI telah melewati fase novelty dan mulai menjadi bagian dari rutinitas sosial. AI tidak lagi diperlakukan sebagai teknologi asing, melainkan sebagai alat yang wajar digunakan dalam aktivitas sehari-hari, baik untuk bekerja, belajar, maupun mencari informasi
Perubahan ini menjadi semakin jelas ketika dilihat dari perspektif generasi. Gen Z muncul sebagai kelompok paling dominan dalam segmen AI Enthusiast. Lebih dari separuh Gen Z berada di kategori ini, melampaui Milenial dan Gen X. Ini mencerminkan karakter generasi yang sejak awal tumbuh dalam ekosistem digital. Bagi Gen Z, AI bukanlah teknologi yang “datang belakangan”, melainkan kelanjutan alami dari internet dan media sosial.

Pada Gen Z, penggunaan AI bersifat cair dan intuitif. Mereka tidak terlalu membedakan antara aplikasi digital dan AI, semuanya dipandang sebagai tools yang bisa digunakan untuk mempercepat proses, mengeksplorasi ide, atau menyederhanakan tugas. Inilah mengapa proporsi AI Skepticism di Gen Z relatif rendah. Keraguan terhadap AI tidak menjadi sentimen dominan, karena pengalaman sehari-hari mereka justru memperlihatkan AI sebagai sesuatu yang membantu dan relevan.
Milenial menunjukkan pola yang sedikit berbeda. Milenial berada di tengah-tengah transisi, tidak seintuitif Gen Z, tetapi juga tidak sejauh Gen X dalam menjaga jarak dengan AI. Mereka mengadopsi AI terutama karena kebutuhan praktis, terutama yang berkaitan dengan pekerjaan dan produktivitas.
Sementara itu, Gen X menunjukkan pola yang paling konservatif. Pada generasi ini, AI Skepticism masih relatif tinggi dibanding generasi lain. Namun yang menarik, AI Enthusiast tetap ada, meskipun dalam proporsi lebih kecil. Ini menandakan bahwa perubahan perilaku juga terjadi di kelompok usia yang lebih tua, meskipun dengan ritme yang lebih lambat dan selektif.
Jika ketiga generasi ini dibandingkan, terlihat adanya pola yang jelas, semakin muda generasi, semakin tinggi proporsi AI Enthusiast. Sebaliknya, semakin tua, semakin besar kecenderungan skeptis. Namun yang penting dicatat, jarak ini tidak bersifat kaku. Dari 2024 ke 2025, semua generasi menunjukkan pergeseran ke arah penggunaan AI yang lebih aktif. Tidak ada generasi yang benar-benar stagnan.
Pola ini semakin kuat jika dikaitkan dengan intensitas penggunaan internet. Survei Alvara menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas penggunaan internet, semakin besar kemungkinan seseorang berada di segmen AI Enthusiast. Pengguna internet yang sangat aktif mendominasi segmen ini, sementara pengguna internet rendah lebih banyak berada di AI Skepticism atau AI Adopter.

Ini menunjukkan bahwa AI tidak berdiri sendiri, melainkan mengikuti ekosistem digital yang sudah lebih dulu terbentuk. Dengan kata lain, AI tumbuh di ruang-ruang yang sudah terbiasa dengan teknologi digital. Di sinilah perubahan perilaku menjadi nyata, masyarakat tidak lagi harus belajar dari nol untuk menggunakan AI, karena ia hadir di dalam aplikasi dan platform yang sudah akrab.
Gambaran tentang tipologi masyarakat Indonesia dalam menggunakan AI pada akhirnya bukan sekadar peta sikap, melainkan cermin perubahan perilaku masyarakat Indonesia dalam menghadapi teknologi baru. Dari ragu, mencoba, lalu terbiasa. Dari penasaran, lalu percaya. Perbedaan antar generasi menunjukkan bahwa setiap kelompok memiliki ritme sendiri, tetapi arah perubahannya sama.
Sekali lagi, cerita tentang adopsi AI di Indonesia adalah cerita tentang normalisasi. Tentang teknologi yang perlahan menjadi sesuatu yang istimewa, dan mulai menjadi bagian dari keseharian. Dan di situlah perubahan perilaku paling penting terjadi, ketika AI tidak lagi dipertanyakan, tetapi digunakan, diterima, dan tanpa kita sadari kita mulai tergantung kepadanya.


Leave a comment