Dua Sayap, Empat Mesin, Satu Bahan Bakar: Momentum Baru Indonesia Terbang Tinggi

Indonesia hari ini ibaratnya seperti pesawat raksasa yang sedang berada di runway bandara, bukan untuk sekadar take-off, tapi untuk perjalanan panjang lintas generasi. Di tengah hiruk-pikuk percakapan tentang ketidakpastian ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi, menurut saya ada empat pendorong utama yang akan menentukan kemana Indonesia akan terbang, yaitu Masyarakat Urban, Kelas Menengah, Digitalisasi, dan Anak Muda, khususnya Generasi Z.

Empat kekuatan ini merupakan mesin perubahan sosial yang bekerja simultan. Terinpirasi oleh cara pesawat bekerja, saya menyebutnya sebagai Twin Engine Drivers. Bukan Twin Engine dalam pengertian harfiah seperti industri penerbangan, melainkan sebagai kerangka sosial yang bertopang pada dua sayap besar pendorong, masing-masing berisi dua engine.

Saya membayangkan sayap kiri sebagai Structural Drivers yang terdiri dari Urban dan Middle Class. Dua fenomena ini adalah pasangan sejoli dalam perubahan Indonesia. Urban menjadi panggung, Middle Class menjadi penontonnya sekaligus pemainnya. Pertumbuhan kelas menengah yang kian besar sebagian besar terjadi di kawasan urban. Kota menyediakan peluang pendidikan, pekerjaan, konsumsi, dan mobilitas. Tapi kelas menengah juga rentan, mereka hidup dalam struktur yang sensitif terhadap perubahan harga dan perlambatan ekonomi.

Sayap kanan adalah Behavioral Drivers yang terdiri dari Digital dan Youth. Dua kekuatan ini terikat seperti saudara kembar yang lahir di ruang virtual. Anak Muda, terutama Gen Z, menjadikan digital bukan lagi alat bantu, tetapi habitat kehidupan. Mereka berinteraksi, belajar, bekerja, dan berbelanja melalui teknologi. Survei Alvara Research Center menunjukkan bahwa lebih dari 70% Gen Z masuk dalam kategori pengguna internet tinggi (Heavy Users) atau bahkan sudah kecanduan digital (Addicted Users), sebuah intensitas yang menempatkan digital sebagai ruang utama mereka mengeksekusi segala hal. Ini bukan sekadar kebiasaan, ini norma generasi.

Urban: Kota sebagai Ruang
Di Indonesia, urbanisasi terjadi cukup masif dalam dua dekade terakhir. Orang pindah ke kota bukan semata mencari pemandangan gedung tinggi, tetapi mencari kesempatan hidup yang lebih layak. Ini adalah fakta migrasi modern. Dan migrasi ini bisa jadi terjadi semakin cepat karena derasnya arus informasi. Ia dituntun oleh informasi yang didapat dari internet seperti soal gaji minimum regional, peluang kerja, review kos-kosan murah, kampus dengan beasiswa bersahabat, peluang usaha kecil, hingga tempat makan yang enak dan murah di mata algoritma. Kota ditafsirkan sebagai ruang yang lebih mungkin untuk kehidupan yang lebih baik, meski dalam kenyataannya penuh tekanan.

Digitalisasi di kota kian mempercepat mobilitas. Perencanaan transportasi publik, misalnya, kini berbasis data mobilitas digital. Maka tidak mengejutkan bila data BPS menunjukkan hampir seluruh rumah tangga di berbagai provinsi pernah mengakses internet dalam tiga bulan terakhir, dengan tingkat penetrasi yang merata bahkan ke provinsi yang selama ini kita anggap “pinggiran digital”

Kelas Menengah: Penentu Wajah Konsumsi
Hampir disemua riset konsumen, kelas menengah adalah primadona dan pemain utama, ia diperebutkan karena dianggap memiliki daya beli dan jumlahnya besar. Kelompok Kelas Menengahdi Indonesia hidup di antara dua keinginan besar yaitu kenyamanan hidup modern dan mobilitas sosial. Mereka belanja untuk naik kelas. Mereka memakai layanan digital karena ingin semuanya berjalan cepat. Mereka konsumsi streaming film dan musik berbayar karena ingin merasa hidupnya “tidak ketinggalan zaman.”

Tetapi bila dilihat dari sisi ketahanan ekonominya, Kelas Menengah belum lah sepenuhnya stabil, kelas menengah rentan turun kelas. Ini fakta penting, kita tidak hanya berbicara tentang kelas menengah sebagai euforia pertumbuhan, tetapi sebagai kenyataan sosial yang perlu diperhatikan ketahanan ekonominya, bukan hanya jumlah konsumsinya.

Jika kelas menengah adalah mesin kiri yang menggerakkan permintaan/demand, kita tidak boleh lupa bahwa mesin ini bisa cepat panas ketika harga naik atau cepat oleng ketika pertumbuhan tersendat.

Digitalisasi: Bukan Lagi Gaya Hidup, Ini Jalan Hidup
Tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan kita sekarang tidak bisa dilepaskan dari teknologi digital. Ia merekam seluruh jejak keputusan sosial dan ekonomi masyarakat, menjadikannya peta navigasi baru. Kita memilih tontonannya lewat rekomendasi berbasis data, memesan ojek lewat data jarak dan rating bintang, menentukan akan makan apa lewat review Google Maps dan TikTok, belanja apa lewat suggested-items di marketplace, hingga menentukan opini melalui likes, comments, dan share-patterns di media sosial. Perubahan budaya komunikasi ini bukan lagi mewah; ia menjadi normal karena terjadi dihampir seluruh provinsi di Indonesia.

Tingkat konsumsi internet dalam satu hari sangat tinggi, hal ini menunjukkan bahwa digital-Indonesia tidak pernah tidur. Sadar atau tidak cara berpikir manusia sekarang ini kadang ditentukan dan dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat di internet.

Youth: 75 Juta Penentu Arah, Bukan Sekadar Konsumen
Generasi Z, anak muda terbesar dalam sejarah Indonesia, hari ini mencakup 27% populasi, sekitar 75 juta orang Ini bukan hanya angka demografi, ini angka kekuatan sosial politik dan potensi pasar. Mereka bukan minoritas pengguna, mereka mayoritas penentu dinamika percakapan digital, termasuk: apa yang viral, apa yang menarik, apa yang dibenci, apa yang dianggap cringe, dan apa yang dianggap inspiring.

Mereka hidup di ruang yang lebih cair, lebih cepat, dan lebih visual melalui video pendek, musik, film, dan gaya hidup menjadi template mereka membangun perspektif dunia.

Data: Bukan Sekadar Angka, Tapi Bahan Bakar Utama
Kita bisa berhenti mencerna perubahan urban, middle class, digital, atau youth secara terpisah, tetapi kita akan kehilangan mekanisme perubahan Indonesia itu sendiri. Hubungan sejoli antara Urban + Middle Class dan Digital + Youth bukan dua realitas yang berjalan masing-masing. Mereka saling mem-feed, saling mengisi, seperti dua sayap yang bekerja serempak.

Dan inilah yang harus kita perhatikan ketika kita berbicara tentang Twin Engine Drivers ini. Pesawat baru bisa terbang jika kedua sayap bekerja searah. Dalam kasus kita, keberadaan Data menjadi penting, Data adalah bahan bakar utama yang menghidupkan seluruh relasi antar mesin, bukan sekadar opsi tambahan.

Di era QRIS, marketplace, dan subscription-lifestyle, kita melihat ekonomi Indonesia bukan hanya digerakkan oleh kota dan kelas menengah, tetapi oleh bagaimana perilaku digital anak muda yang digunakan sebagai asupan data dalam proses perencanaan layanan, produk, dan bahkan kebijakan publik.

Kota yang padat memaksa kebutuhan solusi digital, solusi digital menata ulang cara kita hidup di kota. Kelas menengah memperbesar konsumsi layanan online, dan layanan online hidup karena secara real-time memproses jejak behavior digital anak muda. Ini perubahan yang bergerak dalam sebuah ekosistem data.

Urban menciptakan demand data, digital memproses data, anak muda menghasilkan data, kelas menengah mengeksekusi keputusan berbasis data di ruang urban.

Indonesia Akan Terbang Jauh Bila…
Perjalanan Indonesia ke depan bukan soal memuji hanya satu kekuatan, lalu melupakan yang lain. Indonesia hari ini bekerja dalam kerangka Twin Engines. Kita memiliki sayap kiri yang menopang kehidupan sosial-ekonomi (Urban + Middle Class). Kita memiliki sayap kanan yang mempercepat pola perilaku dan kultur (Digital + Youth). Dan bahan bakarnya adalah data, aliran yang memberi daya dorong, arah navigasi, dan pengambilan keputusan real-time.

Di era ini, masa depan Indonesia akan sangat bergantung bukan hanya pada jumlah kelas menengah atau penetrasi internet, tetapi pada literasi dan ketahanan sosial generasi yang menjadi penentu zaman. Dan anak muda Indonesia, yang berjumlah 75 juta dan hidup di ruang digital real-time ini, bukan lagi sekadar target marketing; mereka adalah penentu arah terbang Indonesia itu sendiri.

Jika kita ingin memastikan pesawat Indonesia tidak hanya lepas landas, tetapi juga terbang tinggi, stabil, dan jauh, maka kita harus memastikan bahan bakar datanya terkelola, literasinya sehat, dan generasinya terlindungi. Dengan begitu Indonesia tidak hanya akan tetap kuat menghadapi segala turbulensi, tapi mampu mampu membawa Indonesia terbang tinggi membawa seluruh ”penumpang”nya mencapai tujuan yang dicita-citakan bersama.

Leave a comment

Selamat datang bagi yang suka dengan data dan analisis seputar dunia pemasaran, sosial politik, dan digital

Let’s connect