,

Sudah Ngopi Hari Ini?

Sudah Ngopi Hari Ini?

Sekitar tahun 2006/2007, ketika trend ngopi belum seperti sekarang, saat saya masih berkantor di kantor yang lama, MarkPlus, pernah melakukan riset tentang kopi untuk Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Saat itu belum banyak cafe yang menjual specialty coffee, warkop yang menjual kopi dengan biji kopi tertentu. Saya ingat Latazza Coffee, saat itu hanya ada di bilangan SCBD, sedikit cafe-cafe itu.


Berkat riset itu saya bisa membedakan rasa kopi dari berbagai daerah di Indonesia. Jadi kira-kalau dilakukan blind test minum kopi, saya tahu kopi ini asalnya dari Aceh, Mandailing, atau Toraja. Itu dulu tapi sekarang keahlian itu udah punah seiring semakin banyaknya varian kopi dari berbagai daerah.

Karena riset itu pula saya jadi mengerti cara minum kopi yang benar dan sehat. Pak Hasan Wijaya, Ketua AEKI saat itu, bilang minum kopi itu secangkir atau maksimal dua cangkir sehari itu sehat asal tidak dicampur dengan apapun, jadi sejak tahun 2006 itu lah saya sampai sekarang selalu minum kopi pahit!.

Jadi kalau sekarang budaya ngopi begitu tinggi bisa jadi salah satunya karena riset kopi tahun 2006 itu..

Memang kalau diperhatikan akhir-akhir ini ada dua hal yang bisa menyatukan orang Indonesia tanpa harus debat panjang: sepak bola dan kopi.

Buat saya pribadi, kopi bukan hanya soal rasa pahit atau pekatnya kafein. Ia adalah teman berpikir, teman berdiskusi, kadang juga teman mendapatkan inspirasi, tulisan ini dibuat juga saat sambil ngopi.

Dalam banyak perjalanan saya, dari kota ke kota, kopi selalu hadir—menyapa, memantik cerita, bahkan membuka jalan untuk memahami karakter orang dan budaya setempat.

Saya masih ingat betul, ketika pertama kali ngopi di warung kopi di sudut kota Belitung, namanya Kong Jie. Didepanya terlihat sebuah tungku tradisional untuk menyedu kopi. Deretan kursi dan meja berjejer hingga ditepi jalan menjadi pusat interaksi sosial, perbincangan mengalir tanpa henti, berbagai topik soal politik pilpres, ada yang bahas Liga Inggris, ada pula yang sekadar tertawa lepas membahas keluh kesah hidup.

Lalu di Yogyakarta, saya bertemu kopi jos, lesehan didepan Stasiun Tugu Jogja. Saya pikir awalnya ini hanya gimmick. Tapi ketika arang membara dicelupkan ke gelas kopi tubruk, dan suara mendesis muncul, saya merasa seperti menyaksikan pertunjukan kecil tentang pertemuan antara tradisi dan spontanitas. Di sana, kopi menjadi jembatan antara mahasiswa, pedagang kaki lima, dan budayawan. Alunan nyanyian pengamen jalanan semakin menambah suasana sahdu kota Jogja.

Di Jakarta, ngopi berubah wujud lagi. Saya biasa bertemu kolega di kafe-kafe kecil di bilangan Blok M atau Cikini, atau juga coffe shop yang ada di Mall-Mall. Meja-meja kayu, barista yang cekatan menyedu kopi pesanan pelanggan dan Wi-Fi yang super cepat. Di tempat-tempat itu, kopi menjadi pengiring rapat ringan, brainstorming proyek, hingga tempat berteduh dari hiruk-pikuk kota.

Dan ternyata, saya tidak sendirian. Data dari BPS menunjukkan bahwa konsumsi kopi per kapita di Indonesia terus meningkat, dari 1,26 kg per tahun pada 2010 menjadi lebih dari 1,5 kg pada 2021. Bahkan, menurut Euromonitor, industri kopi Indonesia tumbuh sekitar 6% per tahun. Laporan Tokopedia 2023 juga menunjukkan kopi sebagai salah satu produk makanan-minuman paling laris di platform digital.

Apa artinya? Bukan sekadar tren. Ini menunjukkan bahwa kopi semakin merasuk ke dalam gaya hidup dan keseharian orang Indonesia—baik di desa maupun di kota, baik tua maupun muda. Kopi pelan-pelan mulai menggantikan budaya ngeteh orang Indonesia.

Buat saya sendiri, kopi adalah ruang. Ruang untuk berpikir, merenung, berdialog. Kadang saya menulis, kadang hanya diam. Tapi selalu ada sesuatu yang muncul dari secangkir kopi: ide-ide liar dari soal topik riset dan metodologinya lahir dari secangkir kopi.

Di banyak forum, saya suka bercanda: “Kalau Indonesia ingin lebih damai, mungkin solusinya sederhana—sediakan kopi dibanyak tempat.” Segala persoalan dan perdebatan pelik di negeri ini bisa dibicarakan dan diselesaikan sambil ngopi. Kalau ditambah ngudud lebih asik lagi… 😁

Leave a comment

Selamat datang bagi yang suka dengan data dan analisis seputar dunia pemasaran, sosial politik, dan digital

Let’s connect