Warisan Jonan

Bagi generasi seperti saya pasti pernah mengalami betapa naik kereta api di tahun 90an hingga awal 2000an adalah pengalaman yang tidak pernah bisa dilupakan, tidak tepat waktu, gerbong kotor dan jorok, stasiun ala kadarnya. Bagi yang naik kereta ekonomi pelayananya sangat tidak manusiawi, ketika tidur kaki bertemu kepala disela-sela kursi, sungguh pengalaman buruk yang kini tinggal menjadi kenangan.

Belum lagi cerita soal KRL Jabodetabek, di awal masuk Jakarta tahun 2000 saya masih “menangi” betapa layanan KRL sangat buruk, penumpang bergelantungan di pintu-pintu KRL, bahkan penumpang naik di atap KRL menjadi pemandangan biasa di pagi dan sore hari. Pekerja kantoran yang wangi harus berebut tempat dengan ayam atau juga karung jualan orang seputar Jakarta yang ingin mengadu nasib di Ibukota. Jangan tanya bagaimana kondisi stasiunnya, semrawut, pedagang tidak tertib, sampah dimana-mana.

Kini perjalanan kereta sudah sangat jauh berbeda 180 derajat. Sejarah mencatat seorang bernama Ignasius Jonan, arek Surabaya inilah yang berhasil merombak total KAI. Jonan tidak lama memimpin KAI, hanya 5 tahun, dari tahun 2009 hingga 2014, tapi jejak-jejaknya masih tertinggal di KAI hingga kini. Kalau anda bertanya, kenapa KAI bisa seperti sekarang, saya yakin 99% publik akan menjawab karena Jonan.

Transformasi KAI yang dilakukan Jonan berbuah manis, tidak hanya peningkatan layanan KAI yang semakin paripurna, tapi juga tercermin dari kinerja keuangan yang semakin sehat. Tahun 2013, KAI mencatatkan peningkatan laba hingga mencapai Rp 560,4 miliar. Melalui restrukturisasi dan penertiban aset, Jonan juga berhasil meningkatkan total aset KAI dari Rp 5,7 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp 15,2 triliun pada tahun 2013.

Pertanyaannya, apa pelajaran yang bisa diambil dari cara Jonan mentranformasi KAI?

Pertama. Kepemimpinan yang kuat dan visioner. Jonan menerapkan gaya kepemimpinan yang tegas tapi tetap fokus pada tujuan jangka panjang. Ia berani mengambil keputusan tidak populer seperti merombak sistem kerja, memperketat disiplin karyawan, hingga melakukan rotasi jabatan besar-besaran. Awal Jonan memimpin terjadi gejolak luar biasa dari internal KAI, tapi Jonan tidak bergeming.

Kedua, Fokus pada pelanggan. Jonan menekankan pentingnya orientasi pada kepuasan pelanggan, bukan sekadar menjalankan rutinitas. Ia menempatkan pelanggan kereta api sebagai prioritas utama. Perbaikan manajemen stasiun, perjalanan tepat waktu, perbaikan gerbong kereta, larangan merokok di kereta, dan perbaikan standard layanan adalah bagian dari cara Jonan menempatkan penumpang kereta api sebagai raja.

Soal larangan merokok di kereta menarik karena kita tau Jonan adalah perokok berat kala itu. Saya punya kisah menarik, suatu kali saya diminta menjadi penghubung Jonan dalam sebuah seminar. Giliran beliau naik panggung untuk bicara, saya cari-cari tidak ada, ternyata sedang asik ngudud di smoking room, “sebatang dulu Mas”, kata Jonan. Begitulah Jonan, meski merokok dia tetap konsisten dan tegas menerapkan aturan tidak boleh merokok di kereta.

Ketiga. Digitalisasi dan efisiensi operasional, sebagai orang yang pernah bekerja di perusahaan multinasional seperti Citibank, Jonan percaya bahwa efisiensi hanya bisa dicapai dengan sistem yang andal dan transparan. Dia mendorong transformasi digital untuk mendukung sistem pelayanan dan manajemen. Di zaman Jonan, tiket kereta mulai bisa dipesan secara online, sistem informasi keberangkatan dan kedatangan digital di stasiun, dan pengawasan kinerja berbasis data dan real-time monitoring.

Selain tigal hal pokok diatas, ada satu hal yang sangat penting yakni para penerus Jonan hingga kini percaya bahwa apa yang sudah dimulai Jonan di KAI harus dilanjutkan, continous improvement terus dilakukan KAI, baik dari sisi manajemen maupun juga layanan kepada pelanggan. Warisan terbesar Jonan bagi KAI sejatinya bukan fisik stasiun atau gerbong kereta, tapi adalah tata nilai, sistem manajemen, dan juga talenta-talenta yang terus berinovasi untuk memberikan layanan terbaik kepada pelanggannya

Leave a comment

Selamat datang bagi yang suka dengan data dan analisis seputar dunia pemasaran, sosial politik, dan digital

Let’s connect